TIMES BALI, JAKARTA – Rangkaian pengadilan terhadap pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, 77, berakhir Jumat (30/12/2022) dimana Pengadilan Junta Militet menghukumnya 7 tahun sehingga total vonisnya menjadi 33 tahun.
Aung San Suu Kyi dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi setelah menjalani rangkaian peradilan selama 18 bulan.
Aung San Suu Kyi yang telah dijadikan tahanan militer sejak militer Myanmar melakukan kudeta sejak tahun 2021, kini telah dijatuhi hukuman atas setiap tuduhan yang diterapkan kepadanya, mulai dari korupsi hingga kepemilikan walkie-talkie secara ilegal bahkan sampai pelanggaran pembatasan Covid-19.
Putusan pengadilan Jumat hari ini telah memberikan pemimpin yang digulingkan itu dengan total 33 tahun penjara setelah serangkaian penuntutan bermotif politik setelah militer mengkudeta sejak Februari 2021.
"Semua kasusnya sudah selesai dan tidak ada lagi dakwaan terhadapnya," kata seorang sumber hukum, yang meminta namanya dirahasiakan karena mereka tidak berwenang berbicara kepada media, kepada kantor berita AFP.
Dalam kasus yang diakhiri Jumat tadi, seperti dilansir Al Jazeera, Aung San Suu Kyi didakwa menyalahgunakan jabatannya dan menyebabkan hilangnya uang negara karena lalai mengikuti peraturan keuangan dengan memberikan izin kepada Win Myat Aye, seorang anggota kabinet di pemerintahannya sebelumnya, untuk mempekerjakan, membeli dan merawat helikopter.
Aung San Suu Kyi secara de facto adalah kepala pemerintahan, memegang gelar penasihat negara. Win Myint, yang merupakan presiden dalam pemerintahannya, adalah salah satu terdakwa dalam kasus yang sama.
Sebelumnya dalam sejumlah persidangan, Aung San Suu Kyi telah dinyatakan bersalah dengan total dipenjara selama 26 tahun.
"Pertanyaannya sekarang adalah apa yang harus dilakukan dengan Aung San Suu Kyi," kata Richard Horsey dari International Crisis Group.
"Apakah akan mengizinkan dia menjalani hukumannya di bawah semacam tahanan rumah, atau memberikan akses terbatas kepada utusan asing," katanya lagi.
“Tetapi rezim tidak mungkin terburu-buru untuk membuat keputusan seperti itu," katanya kemudian.
Pendukung dan analis independen mengatakan berbagai tuduhan terhadap Aung San Suu Kyi dan sekutunya adalah upaya untuk melegitimasi perebutan kekuasaan oleh militer sekaligus secara efektif menghilangkannya dari kehidupan politik di negara tersebut.
"Tuduhan korupsi terhadap pemenang Hadiah Nobel Perdamaian itu juga konyol," kata Htwe Htwe Thein, seorang profesor di Universitas Curtin di Australia, kepada AFP.
"Tidak ada dalam kepemimpinan, tata kelola, atau gaya hidup Aung San Suu Kyi yang menunjukkan sedikit pun korupsi," katanya lagi.
Menurut badan anak-anak PBB, lebih dari satu juta orang telah mengungsi sejak kudeta militer.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah organisasi pemantau hak, mengatakan baru-baru ini bahwa lebih dari 16.000 orang telah ditangkap atas tuduhan politik dan setidaknya 2.465 warga sipil telah dibunuh oleh militer , meskipun jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi.
Pengambilalihan pemerintahan oleh tentara sejak tahun 2021 di Myanmar ini, telah memicu protes damai yang meluas dan kemudian dihancurkan oleh pasukan keamanan dengan tembakan-tembakan yang mematikan dan yang sekarang telah menyebabkan gerakan perlawanan bersenjata.
Putusan hari Jumat di ruang sidang yang dibangun khusus di penjara utama di pinggiran ibu kota, Naypyidaw itu diumumkan oleh seorang pejabat hukum yang bersikeras tidak mau disebutkan namanya karena takut dihukum oleh pihak berwenang.
Persidangannya sendiri tertutup untuk media, diplomat dan pengunjung, bahkan pengacaranya dilarang dengan perintah dilarang berbicara.
Pejabat hukum mengatakan Aung San Suu Kyi menerima hukuman tiga tahun untuk masing-masing dari empat dakwaan, yang harus dijalani secara bersamaan, dan empat tahun untuk dakwaan terkait pembelian helikopter, dengan total tujuh tahun.
Presiden Myanmar yang terpilih secara demokratis, Win Myint juga menerima vonis dengan bunyi yang sama. Para terdakwa menyangkal semua tuduhan. Pengacara Aung San Suu Kyi diperkirakan akan mengajukan banding dalam beberapa hari mendatang.
Berakhirnya kasus pengadilan terhadapnya, setidaknya untuk saat ini, membuka kesempatan dia akan diizinkan menerima pengunjung dari luar, yang dilarang sejak ia dipenjara.
Pemerintah militer Myanmar telah berulang kali menolak semua permintaan untuk bertemu dengannya, termasuk dari Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara, yang berupaya membantu menengahi berakhirnya krisis di Myanmar.
Bahkan beberapa pakar PBB melihat situasi itu digambarkan sebagai perang saudara karena oposisi bersenjata terhadap militer.
Pekan lalu, Dewan Keamanan PBB meminta pemerintah militer untuk membebaskan Aung San Suu Kyi dalam resolusi pertamanya mengenai situasi di Myanmar sejak kudeta. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Aung San Suu Kyi, 77, Dihukum Total Selama 33 Tahun
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Widodo Irianto |