https://bali.times.co.id/
Kopi TIMES

Desa Ngandagan Inspirasi Landreform Lokal

Sabtu, 16 September 2023 - 12:31
Desa Ngandagan Inspirasi Landreform Lokal Hamda Afsuri Saimar, Mahasiswa Konsentrasi Hukum Agraria dan Sumber Daya Alam Universitas Andalas.

TIMES BALI, JAKARTA – Ketika berbicara tentang pembaruan agraria yang menyejahterakan seluruh masyarakat Indonesia tidak terlepas dari harapan besar bangsa Indonesia. Bahkan pembaruan agraria yang dicita-citakan seringkali dianggap sebagai utopis yang tidak mungkin terwujud. 

Mengutip penjelasan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengatakan bahwa utopis dapat diartikan sebagai berupa khayal. Bersifat khayal atau orang yang memimpikan suatu tata masyarakat dan tata politik yang hanya bagus dalam gambaran, tetapi sulit untuk diwujudkan. 

Penyematan istilah utopis dalam pembaruan agraria Indonesia bukanlah sekedar perasaaan skeptis atau pesimis bangsa. Tapi juga merupakan sebuah kekhilafan terhadap sejarah bangsa Indonesia. 

Dimana di negara Indonesia bahkan di waktu yang sangat dekat dengan peristiwa kemerdekaan Indonesia terdapat satu desa bernama Ngandagan yang pernah berhasil merasakan bagaimana nuansa pelaksanaan pembaruan agraria yang hari ini dianggap utopis.

Landreform Ala Ngandagan 

Pada tahun 1947 hingga tahun 1964 terdapat satu orang kepala desa bernama Soemotirto yang menggagas lahirnya sebuah pembaruan agraria dengan semangat kearifan lokal. Inti dari pembaruan agraria tersebut adalah pengelolaan terhadap tanah yang diperuntukkan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat desa. 

Penetapan batas maksimal tanah merupakan tonggak pelaksanaan pembaruan agraria tersebut. Masyarakat yang memiliki tanah di atas batas maksimal yang ditetapkan akan diserahkan kepada pemerintahan desa. 

Sementara masyarakat yang tidak memiliki tanah akan menerima tanah untuk dikelola yang berasal dari tanah yang diserahkan kepada pemerintahan desa tersebut. Masyarakat yang menyerahkan tanah dibebaskan kerja bakti dan masyarakat yang menerima tanah dibebankan kerja bakti. Begitulah gambaran sederhana pembaruan agraria lokal di Desa Ngandagan, Purworejo, Jawa Tengah. 

Tidak ada yang rugi, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang merasa dizolimi. Pembaruan agraria ini dikenal dengan landreform ala Ngandagan. Landreform ala Ngandagan ini selanjutnya mengilhami perkembangan pembaruan agraria di Indonesia. 

Gunawan Wiradi sebagai tokoh aktivis agraria yang juga dikenal sebagai guru reforma agraria Indonesia pun tidak terlepas dari pengaruh Desa Ngandagan. Sedikit dijelaskan bahwa skripsi Gunawan Wiradi merupakan hasil penelitiannya yang dilakukan di Desa Ngandagan pada tahun 1960. 

Selanjutnya pembatasan maksimum dan minimum yang terdapat dalam beberapa peraturan landreform di Indonesia yang diawali melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. 

Kemudian diperjelas dalam Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian dan selanjutnya diperbarui melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian. 

Dimana, peristiwa pembaruan agraria di Indonesia melalui pembentukan beberapa peraturan yang tidak terlepas dari gagasan Soemotirto di Desa Ngandagan tersebut. 

Nasib Pembaruan Agraria Indonesia Hari Ini Selama hampir 60 tahun lebih pembaruan agraria sejati masih menjadi sebatas cita-cita yang utopis. Bagaimana tidak, kalau dalam pelaksanaannya masih sangat mengecewakan. 

Setidaknya tingkat konflik agraria yang masih saja mengalami peningkatan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kondisi mengecewakan tersebut. Berdasarkan data yang disajikan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) terdapat 2710 konflik agraria di seluruh Indonesia terhitung sejak tahun 2015 hingga tahun 2022. Sebagaimana diketahui bahwa konflik tersebut mayoritas terjadi di sektor perkebunan yaitu sebanyak 72 persen diakibatkan oleh perusahaan swasta dan 13 persen lahir akibat dari Proyek Strategis Nasional (PSN). 

Selanjutnya, KPA juga menjabarkan bahwa terdapat 687 masyarakat adat dikriminalisasi akibat dari sengketa agraria dan 1615 orang mengalami pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang diantaranya terdapat 38 orang tertembak dan 69 orang tewas. 

Perlu diketahui bahwa setiap terjadi peristiwa yang dianggap sebagai akibat tentu tidak terlepas dari penyebab. Ajaran kausalitas yang seringkali menghampiri berbagai sendi-sendi kehidupan manusia sangat penting untuk diuraikan. Tidak terkecuali mengkaji penyebab permasalahan agraria. Sehingga berbagai permasalahan yang datang semakin menjadi batu sandungan terwujudnya pembaruan agraria sejati sebagai bagian dari cita-cita seluruh bangsa Indonesia.

Misalnya permasalahan yang diakibatkan oleh gagalnya pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Dalam peraturan presiden tersebut sejatinya berfokus kepada dua kebijakan inti yaitu penataan aset dan penataan akses. Penataan aset dilakukan melalui redistribusi tanah dan legalisasi aset. Sementara penataan akses dijalankan dalam bentuk pemetaan sosial, peningkatan kapasitas kelembagaan, pendampingan usaha, peningkatan keterampilan, penggunaan teknologi tepat guna, diversifikasi usaha, fasilitasi akses permodalan, fasilitasi akses pemasaran (offtaker), penguatan basis data dan informasi komoditas dan penyediaan infrastruktur pendukung.

Kemudian, menurut hemat penulis jika peraturan tersebut dilaksanakan sesuai dengan pesan pembentukannya akan menyelesaikan tiga masalah utama agraria; Pertama, pemerataan tanah dan kepastian kepemilikan tanah. Kedua, penyelesaian konflik atau sengketa agraria yang semakin marak terjadi dewasa ini. Ketiga, pemberdayaan masyarakat. 

Ketiga tujuan tersebut ketika digabung maka terciptalah apa yang disebut dengan pembaruan agraria atau biasa juga disebut sebagai landreform dan juga disebut sebagai reforma agraria berdasarkan nomenklatur yang tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

Pembaruan Agraria Sejati

Dalam penjelasan sebelumnya dikatakan bahwa pembaruan agraria bukanlah hal utopis yang hanya dapat dialami di alam mimpi. Pembaruan agraria bukanlah peristiwa yang mustahil terjadi di dunia nyata. Bukti pernah dilaksanakannya pembaruan agraria yang berhasil di Indonesia setidaknya dapat dikatakan sebagai sebuah bakat terpendam yang pernah dijalankan sebagai bangsa yang sejahtera terutama di bidang Agraria.

Landreform ala Ngandagan harus dijadikan sebagai pelajaran penting di bidang agraria dalam mengelola kekayaan negara Indonesia yang berlimpah ruah dalam mewujudkan kemakmuran rakyat. Bahkan setelah 63 tahun pelaksanaan Landreform di Desa Ngandagan tingkat kemiskinan sangat terbilang rendah yaitu 2,25 persen. Dari 267 rumah tangga di Desa Ngandagan hanya terdapat 6 rumah tangga miskin. (dilansir dari Nugroho, 2019). 

Kemudian, dalam krisis agraria yang terjadi di Indonesia saat ini perlu ditanamkan bahwa kita akan mampu mewujudkan pembaruan agraria sesuai dengan salah satu program lahirnya landreform untuk melakukan perombakan terhadap warisan agraria yang bersifat feodal dan kolonial. 

Walaupun disadari masih banyak kekurangan dalam pengelolaan kebijakan pembaruan agraria Indonesia. Namun perlu diingat dan ditelusuri kembali bahwa landreform ala Ngandagan adalah bukti sekaligus inspirasi bagaimana cara menerapkan kebijakan pembaruan agraria menuju pembaruan agraria sejati.

Pembaruan agraria sejati dapat diartikan sebagai sebuah upaya pembaruan struktur dan pengelolaan terhadap bumi, air dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya menjadi modal yang dinikmati seluruh rakyat Indonesia menuju masyarakat sosialis Indonesia. Boedi Harsono mengatakan bahwa sosialis Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang adil dan sejahtera berdasarkan Pancasila. 

***

*) Oleh: Hamda Afsuri Saimar, Mahasiswa Konsentrasi Hukum Agraria dan Sumber Daya Alam Universitas Andalas.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Bali just now

Welcome to TIMES Bali

TIMES Bali is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.