TIMES BALI, MALANG – Tradisi merayakan ulang tahun dengan meniup lilin di atas kue tart memiliki sejarah panjang di dunia barat.
Meski banyak perdebatan di kalangan sejarahwan tentang asal usulnya, sebagian berpendapat akar tradisi tersebut berasal dari kebiasaan bangsa Yunani Kuno. Mereka membuat kue manis berbentuk bulan untuk menghormati dewi bulan, Artemis. Kue manis itu kemudian dihias dengan lilin agar bersinar seperti bulan.
Baru sekitar abad 18, tradisi itu dipakai orang Jerman untuk merayakan ulang tahun anak-anak mereka. Perayaan itu mereka sebut dengan Kinderfest.
Mereka menancapkan sejumlah lilin pada kue tart sesuai dengan umur anak saat berulang tahun. Lilin itu dinyalakan sebelum acara dimulai. Sebagian ada yang meredupkan lampu ruangan agar nyala dan sinar lilin terlihat apik berkelap kelip dipandang mata.
Setelah tamu datang semua, orang tua kemudian menutup mata anak yang berulang tahun dengan tangannya. Anak itu kemudian dituntun mendekati lilin untuk ditiup. Sebelum lilin ditiup, anak yang berulang tahun diminta untuk membuat permohonan atau harapan. Kepercayaan mereka, bila semua lilin mati, akan terkabul di tahun mendatang.
Saat meniup lilin, biasanya lagu "Happy Birthday to You," dinyanyikan bersama oleh teman dan keluarga yang hadir. Lagu ini diakhiri dengan sorak-sorai dan tepuk tangan ketika lilin telah berhasil ditiup, menciptakan suasana bahagia dan meriah.
Usai lilin mati, tibalah saat kue tart dipotong dan dibagikan kepada yang hadir. Potongan pertama kue itu biasanya diberikan kepada orang yang paling berarti bagi yang berulang tahun. Bisa juga untuk orang tua sebagai bentuk penghormatan.
Tradisi ini sangat populer dan diadopsi banyak orang di belahan dunia yang ada. Termasuk Indonesia.
Tumpeng Ulang Tahun
Sebenarnya akar tradisi merayakan ulang tahun juga ada di Indonesia. Bahkan, sebagian orang Jawa saat ini masih merayakan ulang tahun hari wetonnya.
Dulu, masyarakat Jawa menyajikan Tumpeng dalam setiap upacara penting. Ada upacara kelahiran, pernikahan, pindah rumah, dan upacara panen. Tumpeng adalah wujud rasa syukur dan harapan atas berkah serta keselamatan.
Beda dengan tart sebagai simbol bulan, bentuk kerucut dalam sajian Tumpeng melambangkan gunung sebagai tempat sakral dan simbol kedekatan manusia dengan Yang Maha Kuasa. Oda I.B. Hariyanto dalam jurnal “Pergeseran Makna Sakral dan Fungsi Tumpeng di Era Globalisasi” mengungkap sejumlah alasan mengapa tmpeng dibentuk kerucut seperti gunung.
Bagi masyarakat Jawa, gunung memiliki nilai mistis dan religius, oleh sebab itu bentuk tumpeng terispirasi dari bentuk gunung. Menurut beberapa peneliti sejarah, bentuk kerucut pada nasi sebagai simbol menunjuk ke atas atau kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Akan halnya proses pembuatan Tumpeng, mereka mengutamakan nilai gotong royong. Mereka bersama mengumpulkan beras dan kemudian dimasak menjadi nasi kuning atau putih berbentuk kerucut. Kemudian Tumpeng itu ditempatkan di wadah anyaman bambu atau tampah. Nasi kuning yang digunakan dianggap memiliki makna keagungan, kemakmuran dan kebahagiaan.
Di sekitar nasi tumpeng, disusun berbagai lauk pauk yang memiliki makna simbolis masing-masing. Beberapa lauk khas Tumpeng adalah ayam ingkung (ayam utuh yang dimasak khusus) yang melambangkan ketundukan dan kerendahan hati. Ada juga ikan teri untuk simbol kebersamaan.
Yang sangat khas juga, pada setiap Tumpeng ada penyajian telur rebus. Dulu, telur yang ada pada tumpeng itu disebut Antiga. Telur itu atau Antiga, memiliki arti tiga atau telu dalam bahasa Jawa. Penamaan ini identik dengan tiga lapisan pada telur yaitu cangkang, putih telur, dan kuning telur.
Telur adalah simbol awal kehidupan yang terbungkus dalam kerangka. Ada juga yang memaknai telur itu adalah simbol asal alam semesta dan terhubung dengan konsep Brahmanda.
Selain ayam ingkung, telur dan teri, sebagian orang menambahkan perkedel, orek tempe dan sayuran sebagai lauk pelengkap. Pengaturan ini dilakukan dengan cermat karena setiap lauk memiliki doa dan harapan tersendiri, mencerminkan filosofi hidup orang Jawa yang penuh makna.
Nah, ketika Tumpeng selesai dibuat, proses berikutnya adalah ritual penyajian yang dilakukan dengan sangat khidmat.
Prosesi perayaan ulang tahun dimulai dengan doa yang dipimpin oleh sesepuh atau tokoh masyarakat. Setelah berdoa, orang yang dianggap paling tua atau paling dihormati akan memotong bagian puncak tumpeng sebagai simbol syukur kepada Tuhan. Bagian ini biasanya diberikan kepada orang yang paling penting dalam acara tersebut, sebagai simbol penghormatan. Mirip ya dengan tradisi potong kue tart.
Saat ini, tradisi merayakan ulang tahun dengan tradisi Tumpengan masih dipelihara di Jawa, meskipun telah mengalami adaptasi nilai sesuai dengan perkembangan zaman.
Tumpengan yang dipinggirkan
Harus diakui, tradisi Tumpengan mulai memudar. Budaya modern sedikit demi sedikit mengikisnya. Gaya hidup super sibuk ala perkotaan mendorong gaya hidup instan.
Proses njlimet membuat tumpeng dianggap memakan waktu dan tidak praktis lagi. Ada yang menganggap Tumpengan kuno dan tak relevan lagi.
Ditambah lagi dengan meningkatnya pemahaman banyak orang bahwa tumpengan tidak sesuai dengan keyakinan mereka. Mereka beralih ke bentuk syukuran lain yang dinilai lebih netral. Mereka lebih sreg bagi-bagi nasi kotakan untuk anak yatim atau orang miskin. Atau memilih menyumbangkan uang atau barang sebagai bentuk syukur ke tempat ibadah. Dan masih banyak cara lainnya.
Sebenarnya, makna sosial Tumpeng adalah simbol kebersamaan dan gotong royong dalam masyarakat. Nilai itu mulai terkikis akibat budaya perkotaan yang lebih individualistis sifatnya. Acara tumpengan yang biasanya dilakukan dengan keluarga besar atau tetangga kini semakin jarang, tergantikan oleh perayaan yang lebih sederhana dan privat.
Namun, sebagian komunitas masih berupaya melestarikan tradisi ini. Khususnya di daerah pedesaan atau dalam acara-acara kebudayaan yang memperkenalkan kembali pentingnya warisan kuliner tradisional ini.
Ada juga yang berupaya mempopulerkan lagi tumpengan dalam bentuk yang lebih modern agar relevan dengan perkembangan zaman. Sebagian orang memilih memesan tumpeng lewat e-commerce daripada sibuk seharian membuat tumpeng sendiri di rumah.
Tinggal Anda yang memutuskan: pilih Tart atau Tumpeng saat ualng tahun nanti?
PEWARTA : GIBRANISA RV (MG)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ulang Tahun Sebentar Lagi: Pilih Tart atau Tumpeng?
Pewarta | : |
Editor | : Faizal R Arief |