TIMES BALI, JAKARTA – Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, Guru Besar Bidang Rekayasa Pengemasan Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), menyatakan bahwa air yang disimpan dalam galon berbahan polikarbonat (PC) aman untuk diminum meskipun mengandung senyawa Bisphenol A (BPA).
Dalam diskusi bertajuk “BPA dan Permasalahan Metabolisme Tubuh: Fakta atau Mitos?” yang berlangsung di Jakarta pada Selasa, (19/9/2024). Nugraha menjelaskan bahwa keamanan air dalam galon polikarbonat setara dengan galon berbahan Polyethylene Terephthalate (PET). "Meminum air minum dalam kemasan dari galon polikarbonat sama amannya dengan galon Polyethylene Terephthalate (PET)," tegasnya.
Nugraha menjelaskan bahwa BPA adalah bahan dasar untuk pembuatan plastik polikarbonat dan resin epoksi, yang dikenal memiliki ketahanan tinggi terhadap bahan kimia, panas, dan korosi. Polikarbonat dipilih karena sifatnya yang murah, kuat terhadap benturan, dan menghasilkan plastik yang bening serta transparan.
Senyawa BPA umumnya ditemukan pada berbagai produk seperti wadah makanan dan minuman, botol bayi, lapisan kaleng, peralatan olahraga, dan aksesori otomotif.
Nugraha juga menegaskan bahwa belum ada bukti kuat yang menunjukkan dampak negatif BPA terhadap kesehatan. Berdasarkan kajian meta-analisis, bukti mengenai efek kesehatan BPA masih dianggap belum memadai.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa berbagai otoritas keamanan pangan di Eropa, Amerika, dan Indonesia memiliki standar masing-masing mengenai batas aman BPA. Di Eropa, terdapat perbedaan pendapat antara European Food Safety Authority (EFSA) dan European Medicines Agency (EMA) mengenai potensi masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh BPA.
Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah menetapkan batas aman paparan BPA pada kemasan makanan dan minuman.
Penelitian dari Kelompok Studi Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB) menunjukkan bahwa migrasi BPA dari kemasan galon polikarbonat ke dalam air minum jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan BPOM.
Nugraha menambahkan bahwa yang paling penting adalah memastikan bahwa jumlah migrasi BPA dari kemasan memenuhi batas maksimum yang ditetapkan oleh BPOM. Tubuh manusia juga memiliki mekanisme untuk mendetoksifikasi BPA melalui proses seperti sulfatase dan glukuronidasi. “Migrasi BPA paling besar bahkan 56 kali lebih rendah dari batas maksimal yang ditetapkan BPOM,” tegasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Amankah Minum Air dari Galon Polikarbonat? Begini Penjelasan Guru Besar IPB
Pewarta | : Antara |
Editor | : Faizal R Arief |