TIMES BALI, TASIKMALAYA – Gedung Aisyah di Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya, menjadi saksi momen penuh haru pada Selasa (31/12/2024) pagi.

Sejak pukul 07.30 WIB, ratusan penyandang disabilitas netra dari berbagai kota di Priangan Timur mulai berdatangan untuk mengikuti acara pernikahan massal yang digelar secara istimewa. Sebanyak lima pasangan tuna netra resmi mengikat janji suci dalam suasana yang sarat makna dan kehangatan.

Acara ini merupakan hasil kolaborasi dari berbagai komunitas penyandang disabilitas netra seperti Persatuan Tuna Netra Indonesia (PIB), Himpunan Mahasiswa Kesejahteraan Sosial (Himek), Himpunan Blind Indonesia (HBI), serta sejumlah komunitas lokal di Tasikmalaya.

Koordinator acara nikah masal Irma Apriyanti, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memberikan kebahagiaan dan mendukung para penyandang disabilitas netra di Priangan Timur.

“Alhamdulillah, acara ini digagas oleh beberapa komunitas, dan kami sangat bersyukur bisa menghadirkan kebahagiaan bagi lima pasangan yang mengikuti pernikahan ini. Semua biaya acara, termasuk uang untuk bekal usaha, kami tanggung sepenuhnya. Hanya mas kawin yang disiapkan oleh mempelai laki-laki,” ujar Irma Selasa (31/12/2024).

Lima pasangan pengantin penyandang disabilitas Netra saat berfoto di Gedung Aisyah,Bungursari, Kota Tasikmalaya, Selasa (31/12/2024) pagi (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)

Para peserta acara berasal dari berbagai daerah, seperti Tasikmalaya, Ciamis, dan Pangandaran. Irma berharap kegiatan ini dapat menginspirasi banyak pihak untuk lebih peduli kepada para penyandang disabilitas netra.

Lima pasangan yang mengikuti pernikahan massal ini memiliki cerita unik dan menyentuh. Di antaranya, Ema Solihat dan Solihin dari Tasikmalaya, pasangan termuda dengan mempelai perempuan berusia 22 tahun. Pasangan lainnya, Isos Hindun dari Ciamis dan Ujang dari Pangandaran, juga membawa nuansa romantis ke acara tersebut.

Selain itu, ada pasangan Edi dan Engkar, serta Lani dan Eko, yang semuanya berasal dari Ciamis. Terakhir, pasangan Asep dan Oneng turut meramaikan prosesi.

Sebagian pasangan bertemu melalui program ta'aruf yang difasilitasi oleh komunitas, sementara yang lain bertemu di yayasan tempat mereka bernaung. “Kami berharap acara ini dapat menjadi awal kehidupan baru yang penuh berkah bagi mereka,” tambah Irma.

Mamat Rahmat, tokoh penyandang disabilitas netra sekaligus sesepuh Majelis Taklim Tuna Netra dari Kota Tasikmalaya mengapresiasi inisiatif pernikahan massal ini.

Ia menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada para penyelenggara, khususnya kepada Haji Omay yang telah mendukung acara ini secara maksimal. “Kami sangat bersyukur ada pihak yang peduli kepada kami, khususnya kepada Haji Omay. Saya berharap kegiatan seperti ini dapat menjadi contoh bagi para pengusaha di kota lain untuk turut membantu komunitas kami,” ungkap Mamat.

Irma menambahkan bahwa acara ini merupakan yang pertama di Priangan Timur, namun diharapkan tidak menjadi yang terakhir. “Kalau bukan kita yang peduli kepada mereka, siapa lagi? Kami berdoa agar acara ini dapat terus berlanjut di masa depan,” ucapnya penuh harap.

Dengan konsep “Bahagia Tanpa Menatap”, pernikahan massal ini tidak hanya menjadi momentum sakral bagi pasangan tuna netra, tetapi juga menjadi pengingat bagi masyarakat akan pentingnya inklusivitas dan kepedulian sosial.

Suasana penuh cinta yang tercipta di Gedung Aisyah hari itu akan selalu dikenang sebagai bukti bahwa kebahagiaan tidak memandang batas fisik. (*)