TIMES BALI, TANGERANG – Banyak pro dan kontra terkait pelaksanaan study tour yang diadakan pihak sekolah. Hal itu tidak lepas dari kasus kecelakaan yang terjadi pada rombongan pelajar asal Depok di Subang. Pihak yang kontra menganggap bahwa kegiatan tersebut rawan penyelewengan anggaran dan menjadi modus guru untuk bisa berwisata gratis. Sedangkan, pihak yang pro mengatakan bahwa kegiatan tersebut digunakan sebagai penyegaran kepada siswa dan guru setelah belajar keras. Lantas, study tour fungsinya untuk apa?
Sebelum membahas ke arah sana, perlu pelurusan makna study tour. Saat ini, study tour, school trip dan field trip seolah memiliki makna yang sama. Padahal ketiganya berbeda bentuk dan tujuan. Kesimpangsiuran penggunaan kosa kata karena masyarakat terlalu sering menggunakan bahasa asing. Sebelum tahun 2000-an, masyarakat jarang mendengar ketiga istilah tersebut. masyarakat lebih familiar dengan istilah darmawisata untuk school trip, widyawisata untuk study tour, dan karya wisata untuk field trip.
Seperti namanya, darmawisata dilakukan untuk liburan. Biasanya darmawisata dilakukan saat libur sekolah, seperti libur caturwulan, libur semester, atau setelah ujian akhir nasional. Biasanya darmawisata khusus untuk kelas 6 SD, 3 SMP/ SMA. Siswa hanya diwajibkan mengikutinya sekali. Sekolah mengadakan darmawisata ke tempat wisata untuk berlibur bersama.
Siswa di Jawa Tengah familiar dengan Candi Borobudur di Magelang dan Kebun Binatang Gembira Loka di Yogyakarta. Siswa tidak dituntut untuk membuat laporan perjalanan karena memang sifat kegiatan hanya untuk tamasya. Ada juga sekolah yang mengadakannya di pantai. Jadi, tidak harus berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Kalaupun ada kaitannya, itu sebagai nilai tambah.
Berbeda dengan darmawisata, widyawisata dilakukan untuk menambah wawasan siswa. Kegiatan ini dilakukan di tengah masa pembelajaran. Tempat yang dituju merupakan tempat yang berkaitan dengan pelajaran di sekolah, misalnya museum, monumen, cagar budaya, perkebunan, taman makam pahlawan, dan sebagainya.
Widyawisata dilakukan ke tempat yang tidak jauh dari sekolah. Siswa dituntut membuat laporan perjalanan. Kegiatan ini sangat penting untuk menunjang pembelajaran siswa. Guru pelajaran sejarah perlu mengajak siswa ke monumen untuk mengenalkan replika sisa-sisa perjuangan. Guru biologi perlu mengajak siswa ke kebun ataupun cagar alam untuk mengenalkan aneka tumbuhan dan hewan untuk diamati.
Widyawisata sangat cocok untuk sistem pembelajaran pada kurikulum merdeka. Apalagi jika dipadukan dengan model pembelajaran berbasis proyek. Hal itu karena memancing siswa untuk menjadi lebih aktif belajar langsung pada objek yang diamati. Kegiatan ini tidak perlu jauh-jauh ke luar kota yang mengharuskan menyewa jasa biro wisata. Pihak sekolah dapat mengarahkan siswa ke lokasi yang dekat dengan sekolah. Siswa dapat menuju lokasi dengan sepeda, angkatan umum, ataupun diantar orang tua.
Jika kedua kegiatan di atas ditujukan untuk siswa, karyawisata ditujukan untuk peneliti, guru, dosen, pekerja, dan lainnya. Kegiatan ini dilakukan untuk sebuah pekerjaan. Misalnya penelitian ataupun proyek kerja. Tujuannya tentu untuk menghasilkan produk namun sambil berwisata. Misalnya penelitian budaya masyarakat di suatu daerah. Kebetulan daerah yang diteliti tersebut memiliki keindahan alam yang bisa dinikmati.
Permasalahan dalam kegiatan di luar sekolah yang sering terjadi yaitu menjadikan kegiatan hanya sebatas jalan-jalan. Pihak sekolah membuat judul study tour yang seharusnya yang dilakukan adalah widyawisata, namun praktiknya menjadi darmawisata (school trip). Pihak sekolah bekerja sama dengan jasa biro wisata untuk mengurus semua kebutuhan perjalanan. Tujuan kegiatannya ke tempat wisata dengan berbagai kegiatan yang sangat padat. Sesampainya di tempat wisata, siswa dilepas tanpa diberikan pengarahan dan penjelasan.
Misalnya, perjalanan darmawisata ataupun widyawisata ke Candi Prambanan, siswa tidak dijelaskan sejarah terbentuknya candi, fungsi candi, dan pentingnya menghormati candi sebagai tempat ibadah umat Hindu. Tidak adanya pengarahan semacam itu, sering didapatkan siswa yang berlari-lari, membuang sampah sembarangan, dan menjadikan candi sebagai objek foto dan konten untuk media sosial. Hal ini yang membuat kegiatan widyawisata tidak memberikan dampak positif bagi siswa. Darmawisata maupun widyawisata, seharusnya memberikan nilai edukasi kepada siswa sambil berlibur, sehingga siswa dapat belajar secara langsung di lapangan.
Widyawisata dan darmawisata penting diadakan oleh pihak sekolah. Namun, pelaksanaan kedua kegiatan tersebut harus dikelola secara profesional. Kegiatan di luar sekolah tidak perlu jauh ke luar provinsi yang mengharuskan menginap di hotel. Setiap provinsi memiliki objek yang bisa dijadikan sebagai tujuan pembelajaran.
Sekolah di Jakarta tidak perlu mengadakan kegiatan siswa di Yogyakarta untuk melihat candi secara langsung. Jakarta memiliki berbagai museum dan monumen untuk belajar siswa. Tidak jauh dari Jakarta ada juga berbagai prasasti dan candi yang bisa digunakan untuk bahan belajar. Siswa di Jawa tengah juga tidak perlu diajak berkegiatan di Jakarta untuk mengunjungi monas. Jawa Tengah memiliki banyak objek untuk dipelajari.
Jadi, widyawisata maupun darmawisata sangat penting diadakan namun dengan profesionalitas yang tinggi dari pihak sekolah. Jangan sampai kasus kecelakaan pada bus yang mengangkat siswa menjadi alasan untuk menghentikan kegiatan itu untuk selamanya. Siswa tidak cukup hanya belajar dari buku dan youtube melainkan perlu melihat langsung. (*)
***
*) Oleh : Misbah Priagung Nursalim, S.S., M.Pd., Dosen Sastra Indonesia di Universitas Pamulang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Perlukah Study Tour dalam Pendidikan?
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |