https://bali.times.co.id/
Opini

Memupuk Emotional Bank Account di Era Digital

Minggu, 20 Juli 2025 - 22:21
Memupuk Emotional Bank Account di Era Digital Ahmad Fajarisma Budi Adam, Guru Matematika SMP N 1 Banjar Seririt Bali.

TIMES BALI, BALI – Di tengah hiruk pikuk konektivitas tanpa batas yang ditawarkan era digital, seringkali kita lupa akan satu aset terpenting dalam hidup: Emotional Bank Account (EBA). Konsep ini, yang dipopulerkan oleh Stephen Covey dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People, menganalogikan hubungan interpersonal layaknya rekening bank.

Setiap tindakan kebaikan, pengertian, atau dukungan adalah setoran yang menambah "saldo" kepercayaan dan kedekatan, sementara kritik, pengabaian, atau janji yang tidak ditepati adalah penarikan yang mengurangi saldo tersebut. 

Bagi generasi digital saat ini, Milenial dan Gen Z memahami dan memupuk EBA bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan untuk membangun hubungan yang sehat dan bermakna di tengah dominasi layar.

Era digital memang menawarkan kemudahan luar biasa dalam berkomunikasi. Pesan singkat, media sosial, dan video call memungkinkan kita terhubung dengan siapa saja, kapan saja. Namun, di balik kemudahan ini, tersimpan pula tantangan yang signifikan. 

Interaksi daring yang serba cepat dan seringkali dangkal bisa mengurangi kualitas hubungan. Kita mungkin memiliki ratusan bahkan ribuan "teman" atau "pengikut" di media sosial, tetapi seberapa dalam koneksi emosional yang terjalin? Di sinilah konsep EBA menjadi sangat relevan.

Memupuk EBA di era digital dimulai dengan kesadaran. Sadari bahwa setiap interaksi, baik secara langsung maupun daring, memiliki dampak pada "rekening emosional" kita dan orang lain. 

Unggahan provokatif, komentar negatif, atau bahkan sekadar mengabaikan pesan penting dapat dengan cepat menguras saldo EBA. Sebaliknya, ucapan terima kasih yang tulus, dukungan di kolom komentar, atau respons cepat terhadap pesan darurat dapat menjadi setoran berharga.

Salah satu setoran penting dalam EBA adalah memahami individu. Di tengah algoritma yang seringkali menyajikan informasi yang kita inginkan, kita cenderung berada dalam "gelembung filter" yang memperkuat pandangan kita sendiri. 

Untuk mengisi EBA, kita perlu keluar dari gelembung tersebut dan berusaha memahami perspektif orang lain, bahkan jika kita tidak setuju. Ini berarti mendengarkan dengan empati saat teman bercerita masalahnya, atau meluangkan waktu untuk membaca dan memahami pandangan yang berbeda di media sosial sebelum berkomentar. Alih-alih buru-buru menghakimi, cobalah untuk melihat dari sudut pandang mereka.

Selanjutnya, memperhatikan hal-hal kecil. Di dunia yang serba besar dan "viral", seringkali yang terlupakan adalah gestur kecil yang berarti. Mengucapkan selamat ulang tahun di story media sosial memang mudah, tetapi mengirimkan pesan pribadi yang berisi harapan tulus jauh lebih berkesan. 

Mengingat detail kecil tentang kehidupan seseorang kesukaan, ketidaksukaan, atau momen penting dan menunjukkannya melalui tindakan nyata adalah setoran besar. Misalnya, mengirimkan tautan artikel yang relevan dengan minat mereka, atau sekadar menanyakan kabar tentang proyek yang sedang mereka kerjakan.

Menepati janji dan menunjukkan integritas juga merupakan pilar utama EBA. Di era digital, informasi menyebar dengan cepat, dan reputasi bisa hancur dalam sekejap. Jika kita berjanji untuk membantu teman dalam tugas kuliah atau untuk membalas pesan dalam waktu tertentu, usahakan untuk menepatinya. 

Konsistensi antara perkataan dan perbuatan, baik di dunia nyata maupun maya, membangun fondasi kepercayaan yang kuat. Setiap kali kita menepati janji, saldo EBA meningkat. Sebaliknya, setiap kali kita melanggar janji, saldo akan berkurang drastis, bahkan bisa memicu penarikan beruntun.

Tantangan lainnya di era digital adalah godaan untuk membandingkan diri. Media sosial seringkali menampilkan "sorotan" kehidupan orang lain, menciptakan standar yang tidak realistis dan memicu rasa iri. Ini bisa menguras EBA diri sendiri, karena kita mulai meragukan nilai diri dan merasa tidak cukup. 

Untuk mengatasi ini, fokuslah pada pertumbuhan pribadi dan hargai perjalanan orang lain tanpa membandingkan. Berikan apresiasi tulus kepada pencapaian orang lain, dan jangan sungkan untuk memberikan dukungan positif.

Terakhir, meminta maaf dengan tulus ketika melakukan kesalahan adalah cara krusial untuk mencegah EBA minus. Di ranah digital, salah paham bisa terjadi dengan mudah karena minimnya nada suara dan ekspresi wajah. 

Jika Anda menyadari telah menyakiti perasaan seseorang, baik disengaja maupun tidak, segera minta maaf. Ungkapan penyesalan yang tulus dan keinginan untuk memperbaiki kesalahan dapat mengubah penarikan besar menjadi setoran yang membangun kembali kepercayaan.

Membentuk dan memupuk Emotional Bank Account di era digital adalah investasi jangka panjang untuk kualitas hubungan kita. Ini bukan tentang kuantitas interaksi, melainkan kualitasnya. 

Dengan kesadaran, empati, perhatian pada detail, integritas, dan kerendahan hati untuk meminta maaf, kita dapat memastikan "rekening emosional" kita selalu memiliki saldo positif, menciptakan fondasi hubungan yang kuat, sehat, dan bermakna di dunia yang kian terhubung.

***

*) Oleh : Ahmad Fajarisma Budi Adam, Guru Matematika SMP N 1 Banjar Seririt Bali.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Bali just now

Welcome to TIMES Bali

TIMES Bali is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.