TIMES BALI, TASIKMALAYA – Kebaya atau kabaya, yang merupakan salah satu pakaian tradisional dengan ciri khas dan motif tersendiri, semakin jarang terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kota Tasikmalaya. Penggunaan pakaian kebaya, yang dipadukan dengan kain sinjang atau samping, kini semakin tergeser oleh tren busana modern.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Pasundan Istri Kota Tasikmalaya, Dra. Hj. Elin Herlina M.Pd, di sela-sela kegiatan Pasanggiri Pinton Anggon Kabaya Sunda Sinjang Tasikan yang digelar di Mall Transmart, Racabango, Bungursari, Kota Tasikmalaya, pada Selasa (10/9/2024).
Sejumlah peserta antusias mengikuti Pasanggiri Pinton Anggon Kabaya Sunda Sinjang Tasikan di Mall Transmart, Kota Tasikmalaya, Selasa (10/9/2024). (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Acara tersebut merupakan salah satu upaya untuk melestarikan budaya lokal, khususnya kain kebaya bordir dan sinjang atau samping khas Tasikmalaya.
"Gelaran ini adalah bagian dari upaya kami untuk melestarikan budaya, khususnya kebaya dan sinjang khas Tasik. Kain kebaya bordir dan sinjang Tasikmalaya merupakan pakaian adat Sunda yang sarat akan nilai budaya dan estetika. Namun, semakin hari, penggunaannya semakin jarang terlihat," ungkap Elin Herlina.
Keberadaan Perajin Sinjang yang Mulai Tersisihkan
Elin juga menyampaikan keprihatinannya terhadap nasib para perajin sinjang di Kota Tasikmalaya yang semakin tersisih. Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat terlihat enggan menggunakan kebaya dan sinjang, baik sebagai pakaian sehari-hari maupun dalam acara-acara formal seperti undangan pernikahan.
"Ke acara undangan pernikahan saja kita jarang sekali melihat orang yang memakai kebaya, apalagi untuk keseharian. Ini adalah tanda bahwa kita perlu lebih serius dalam melestarikan pakaian adat yang kita miliki," lanjut Elin.
Menurut Elin, kebaya dan sinjang batik khas Tasikmalaya memiliki ciri khas yang unik, baik dari segi warna maupun motif. Rata-rata, kebaya dan sinjang Tasikmalaya berwarna terang atau cerah, dengan corak batik yang beragam, seperti motif merak ngibing dan motif lereng yang sangat khas.
"Ini bukan soal primordialisme, tapi kita harus terus menjaga kebaya dan batik Tasik sebagai warisan budaya lokal yang bernilai tinggi. Jika tidak kita jaga, budaya kita bisa hilang begitu saja," tegas Elin.
Gelaran Pasanggiri Pinton Anggon Kabaya Sunda Sinjang Tasikan ini diikuti oleh 43 peserta, dan merupakan bagian dari rangkaian acara peringatan Milangkala Hari Jadi Kota Tasikmalaya ke-23, acara ini bertujuan untuk menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan budaya tradisional.
Dengan mengusung tema "Pasundan Istri Berinovasi, Bersinergi, dan Berkolaborasi Menuju Masyarakat Kota Tasikmalaya yang Adil dan Sejahtera", Elin berharap kegiatan ini dapat memberikan dampak positif bagi para perajin kebaya bordir dan sinjang batik di Tasikmalaya.
“Kami berharap kegiatan ini bisa mengangkat kembali eksistensi para perajin, sehingga mereka bisa terus berkarya dan budaya lokal kita tetap lestari,” ujarnya.
Selain partisipasi para perajin dan masyarakat umum, dukungan terhadap pelestarian budaya lokal ini juga datang dari berbagai kalangan, termasuk dunia pendidikan. Salah satu peserta yang berpartisipasi dalam acara ini adalah Tata Tajudin, warga Kampung Ciroyom, Cigeureung, Cipedes, Kota Tasikmalaya, yang juga merupakan Kepala Sekolah SLB Insan Sejahtera.
Kampung Ciroyom dikenal sebagai salah satu sentra produksi sinjang atau samping batik di Tasikmalaya. Menurut Tata Tajudin, gelaran yang mengangkat kebaya dan sinjang seperti ini jarang sekali digelar, sehingga sangat penting untuk terus didorong.
"Kami sengaja mengirimkan tiga guru SLB perempuan untuk ikut andil dalam gelaran ini. Selain untuk melestarikan budaya, kami juga ingin memperkenalkan SLB Insan Sejahtera kepada masyarakat luas, sebagai bagian dari upaya menjadikan Kota Tasikmalaya sebagai Kota Inklusi," ungkap Tata di sela-sela kegiatan.
Kebaya dan sinjang batik Tasikmalaya menurut Tata bukan hanya sekadar pakaian, tetapi juga merupakan identitas budaya yang mencerminkan kekayaan tradisi dan sejarah daerah tersebut. Keberadaan kebaya bordir dan sinjang batik menjadi simbol dari keanggunan dan keunikan warisan adat Sunda.
Namun, di tengah arus globalisasi dan modernisasi, upaya pelestarian kebaya dan sinjang memerlukan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah, perajin, maupun masyarakat.
Gelaran seperti Pasanggiri Pinton Anggon Kabaya Sunda Sinjang Tasikan menjadi momentum penting untuk mengingatkan kembali masyarakat akan pentingnya menjaga warisan budaya yang tak ternilai harganya.
Dengan adanya acara seperti ini, diharapkan kebaya dan sinjang batik Tasikmalaya dapat kembali menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat, serta terus dilestarikan sebagai salah satu warisan budaya lokal yang harus dijaga hingga ke generasi mendatang. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Melestarikan Kebaya dalam Pasanggiri Pinton Anggon Kabaya Sunda Sinjang Tasikan 2024
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Deasy Mayasari |