TIMES BALI, BALI – v class="ds-markdown ds-markdown--block" style="--ds-md-zoom:1.143">
Gubernur Bali, Wayan Koster, memperketat pengawasan terhadap pemakaian kantong plastik di pasar tradisional dengan melibatkan Tim Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai (PSP) dan sistem pengelolaan sampah berbasis sumber (Gubernur Bali, Wayan Koster).
Dalam pernyataannya di Denpasar pada Rabu (11/6/2025), Koster menyatakan bahwa meskipun Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 97 Tahun 2018 telah berhasil diterapkan di pasar modern, mal, hotel, dan restoran, implementasinya di pasar tradisional masih belum optimal.
Oleh karena itu, ia mendorong pengawasan lebih ketat terhadap penggunaan kantong plastik, sedotan, dan kemasan minuman plastik yang masih marak ditemui di pasar tradisional.
“Di pasar tradisional saya lihat menurun komitmennya, makin banyak yang pakai tas kresek, kita harus intensifkan pengawasan, kita harus kerja keras, dalam pembatasan penggunaan plastik sekali pakai ini kita harus tegas tidak ada kompromi lagi,” tegasnya.
Pemerintah Provinsi Bali berupaya menegakkan aturan ini mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, hingga provinsi. Tim PSP dan PSBS, yang terdiri dari 11 kelompok kerja dan 12 sektor yang dikelola oleh 10 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Bali sebagai subkoordinator, ditugaskan untuk mempercepat pelaksanaan program ini.
Tim tersebut diminta menyusun peta jalan program dan melaporkan perkembangan hasilnya setiap bulan. “Seluruh tim yang terlibat bergerak cepat, buat tahapan pencapaian tiap bulannya dan tolak ukurnya, segera bersinergi, bekerja nyata sehingga kelihatan hasilnya, sampah di Bali tertanggulangi dengan baik dan Bali jadi bersih indah,” ujar Koster.
Luh Riniti Rahayu, selaku koordinator tim, mengakui bahwa baik pedagang maupun pembeli di pasar tradisional masih sering menggunakan kantong plastik untuk membungkus atau membawa barang belanjaan.
Hasil kajian Tim PSP dan PSBS juga menunjukkan bahwa produksi sampah harian mencapai 3.436 ton, dengan 64,86% berupa sampah organik dan 17,25% sampah plastik. “Kesadaran masyarakat terhadap pemilahan sampah dari sumber juga masih rendah dan masih kurangnya kepedulian dan pemahaman aparat desa akan pergub sehingga menjadi penyebab belum optimalnya implementasi pergub di lapangan,” jelasnya.
Dari 716 desa/kelurahan di Bali, hanya 290 yang memiliki Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS3R). Artinya, masih ada 426 desa/kelurahan tanpa fasilitas tersebut. Selain itu, sekitar 90% dari 290 TPS3R yang ada masih mengalami kendala terkait kapasitas, tata kelola, SDM, dan anggaran.