TIMES BALI, JAKARTA – Salah satu Pengurus Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi), PBNU Susi Ivvaty menilai, para kiai-kiai pesantren sangat positif jika mau bersuara soal kekisruhan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
"Sebenarnya itu pilihan ya, karena setiap pesantren itu punya visi-misi, itu pilihan masing-masing untuk bersuara," katanya kepada TIMES Indonesia, usai menjadi pemateri di acara Kopdar Pengelola Media Pesantren, di Hotel Kimaya, Kota Bandung, Minggu (17/9/2023).
"Ini dorongan (untuk kiai pesantren), apalagi ini menjelang Hari Santri 2023 terkait dengan resolusi jihad juga. Saya rasa sekarang perangnya beda, perang terhadap ketidakadilan yang terjadi di Indonesia, ada ketimpangan. Apakah ini soal kemanusiaan, atau persoalan hukum biasa yang hanya diselesaikan oleh aparat," jelasnya.
Ia meyakini, suara para kiai-kiai pesantren akan didengar oleh pemerintah atau masyarakat lainnya, khususnya juga soal masalah Pulau Rempang tersebut.
"Saya kira selama ini kiai-kiai pesantren itu sangat didengar. (Contohnya) mereka itu meminta suara pesantren untuk capres untuk caleg. Jadi suara-suara kiai pesantren itu sangat didengar seandainya mereka membuat rekomendasi-rekomendasi itu akan selalu didengar, saya yakin," katanya.
Ivvaty juga menyampaikan, saat ini persoalan di Pulau Rempang sudah bukan lagi pada ranah hukum saja, namun juga soal kemanusiaan. Oleh karenanya, ia berharap masalah ini bisa segera selesai, salah satunya dengan adanya suara para kiai-kiai pesantren tersebut.
"Menurut saya ini bukan hanya persoalan hukum, tapi juga soal kemanusiaan, karena (masalah) ini sudah berlangsung lama, masalah ini bukan juga terjadi di Rempang, tapi juga terjadi di masyarakat-masyarakat yang lain," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, bentrok panas yang dilakukan oleh warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau dengan aparat dari TNI, Polri dan Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam terjadi belakangan ini jadi perhatian publik.
Peristiwa tersebut terjadi akibat konflik lahan atas rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City. Rencana pembangunan tersebut sudah mencuat sejak 2004. Saat ini, PT. Makmur Elok Graha jadi pihak swasta yang digadang pemerintah melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam bekerja sama.
Tahun ini, pembangunan Rempang Eco City masuk dalam Program Strategis Nasional. Itu sesuai Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 dan ditargetkan bisa menarik investasi Rp 381 triliun pada tahun 2080.
Kawasan ini juga akan jadi lokasi pabrik kaca terbesar kedua di dunia milik perusahaan China Xinyi Group. Investasi proyek itu diperkirakan mencapai US$11,6 miliar atau sekitar Rp174 triliun.
Berdasarkan situs resmi BP Batam, proyek tersebut bakal memakan 7.572 hektare lahan Pulau Rempang atau 45,89 persen dari keseluruhan lahan Pulau Rempang yang memiliki luas sebesar 16.500 hektare.
Sejumlah warga terdampak harus rela direlokasi demi pembangunan proyek tersebut. Sebagai kompensasi, Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengatakan, pemerintah menyiapkan rumah tipe 45 senilai Rp 120 dengan luas tanah 500 meter persegi. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Para Kiai Pesantren Dinilai Positif Jika Mau Bersuara Soal Kasus Pulau Rempang
Pewarta | : Moh Ramli |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |