TIMES BALI, JAKARTA – Berbagai elemen mendesak, pembunuhan terhadap aktivis HAM, Munir Said Thalib harus digolongkan ke dalam kejahatan luar biasa. Salah satunya hal itu terus disuarakan oleh Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.
Ia menjelaskan, digolongkan ke dalam kejahatan luar biasa tersebut, tak terlepas dari adanya aktor intelektual yang bertanggung jawab di balik pembunuhan pada 17 tahun lalu itu.
"Karena pertanggungjawaban itu sangat mutlak diperlukan dari pihak yang paling bertanggung jawab, maka perkara ini sebenarnya tidak bisa dilihat dalam sudut pandang hukum tindak pidana biasa," kata Usman Selasa (7/9/2021).
Ia menerangkan, jika pidana biasa hanya meminta pertanggungjawaban individu, orang per orang. Dalam kasus Munir, pihak yang terlibat secara langsung terlibat di dalam pembunuhan memang sudah menjalani proses hukum, yakni Pollycarpus dan Muchdi Pr.
Akan tetapi, ia meyakini aktor intelektualnya masih bebas berkeliaran di luar. Sebaliknya, mereka yang ditarik ke pengadilan bukanlah orang-orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus kelam ini.
Ia menyampaikan, kasus ini adalah sebagai kejahatan politik. Pasalnya, laki-laki kelahiran 8 Desember 1965, Malang itu dibunuh jelang putaran akhir Pemilu 2004.
Komnas HAM Harus Mengambil Sikap
Ia melanjutkan, dalam kerangka Undang-Undang HAM maupun Undang-Undang Pengadilan HAM, Komnas HAM kata dia, seharusnya mengambil sikap yang tegas dengan menyelidiki peristiwa ini.
"Komnas harus memeriksa kasus ini dalam kategori extra judicial killing di dalam UU HAM atau memeriksanya dalam kategori kejahatan kemanusiaan di dalam UU Pengadilan HAM. Dua-duanya merupakan kejahatan luar biasa," jelasnya.
Dengan menetapkan kasus ini sebagai kejahatan luar biasa, pemerintah tak akan bisa memutihkan kasus pembunuhan Munir dengan memberi pengampunan terhadap pelaku.
"Kesimpulannya pemeriksaan pelanggaran HAM yang berat atau pelanggaran berat terhadap HAM di dalam perkara Munir sangat diperlukan supaya perkara ini tidak berhenti karena alasan kadaluarsa," ujarnya.
Sebelumnya, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) juga mengaku sudah mendorong Komnas HAM untuk menetapkan kasus pembunuhan laki-laki kelahiran 8 Desember 1965, Malang itu sebagai pelanggaran HAM berat.
Pasalnya, dalang atau aktor intelektual pembunuhan terhadap Munir belum terungkap "Sehingga segera dapat terbuka dengan jelas siapa dalang dsn pelaku dsri pembunuhan kasus Munir," ujar perwakilan KASUM, Husein Ahmad.
Peneliti dari Imparsial itu merujuk pada dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir menyatakan, jika aktor intelektual pembunuhan masih berada dalam lingkaran kekuasaan.
"Tapi mastermind atau otak di belakangnya hingga kini masih melenggang bebas dan bahkan beberapa yang disebut dalam dokumen TPF itu berada dalam lingkarang kekuasaan," jelasnya.
Kata dia, masih berkeliarannya dalang pembunuhan Munir begitu menciderai perasaan keluarga Munir dan masyarakat Indonesia. "Sebab kalau itu bisa terjadi pada Munir, maka itu bisa terjadi terhadap siapa pun yang melakukan kerja-kerja pembelaan HAM," ujarnya. (*)
Pewarta | : Moh Ramli |
Editor | : Ronny Wicaksono |