TIMES BALI, JAKARTA – Mantan Kepala Kantor Komisi Hak Asasi Manusia PBB di New York, Craig Mokhiber menyatakan, jelas bahwa di Gaza sedang terjadi genosida.

Dilansir The New Arab, Craig Mokhiber menuduh kekuatan global terlibat dalam kasus genosida yang dilakukan Israel di Gaza.

Craig Mokhiber mengundurkan diri sebagai protes karena kurangnya tindakan PBB terhadap pemboman brutal dan pengepungan Israel di Jalur Gaza.

Craig Mokhiber mengundurkan diri sebagai Direktur Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB di New York, pada tanggal 28 Oktober lalu.

Ia mengatakan, PBB telah gagal menghentikan terjadinya genosida di Gaza - di mana Israel telah membunuh lebih dari 15.500 orang dalam waktu kurang dari dua bulan.

Mokhiber mempertegas hal tersebut dalam sebuah wawancara dengan situs The New Arab yang berbahasa Arab,  Al-Araby Al-Jadeed yang diterbitkan hari Minggu (3/12/2023) kemarin.

"Saya menyadari bahwa istilah 'genosida' dipolitisasi dan disalahgunakan dalam beberapa keadaan. Jadi sebagai pengacara hak asasi manusia, saya berhati-hati dalam menerapkan istilah tersebut hanya ketika ada kasus prima facie dan buktinya jelas," kata Mokhiber.

"Mengenai Gaza, ini adalah kasus genosida paling jelas yang pernah saya lihat sepanjang karier saya," katanya, menggunakan Konvensi PBB tentang Genosida sebagai referensi.

"Kita menyaksikan genosida di abad ke-21, dan nampaknya PBB sekali lagi tidak mampu menghentikannya," ujarnya.

Mokhiber mengatakan Israel sangat kurang ajar dalam menyatakan niatnya untuk melakukan genosida, sebagian karena Israel tidak dimintai pertanggungjawaban oleh sekutunya.

Senada dengan Craig, seorang dokter di Rumah Sakit Al Shifa dan Al Ahli Arab di Gaza, Ghassan Abu Sittah juga mengangg penyerangan rumah sakit di Gaza merupakan strategi militer Israel dalam memusnahkan warga Palestina

"Jelas sekali ini adalah perang genosida," kata Sittah seperti dilansir CNN yang mengutip Al Jazeera.

Di pihak lain, para ahli juga menilai bahwa kondisi yang terjadi di Gaza seperti peristiwa Nakba 1948 kedua.

"Mereka menggambarkan bukti meningkatnya hasutan genosida, niat terang-terangan untuk menghancurkan rakyat Palestina di bawah pendudukan, seruan keras untuk melakukan 'Nakba kedua' di Gaza dan seluruh wilayah Palestina yang diduduki, dan penggunaan persenjataan yang kuat dengan dampak yang tidak pandang bulu, mengakibatkan jumlah korban jiwa yang sangat besar dan kehancuran infrastruktur yang menopang kehidupan," kata para ahli seperti dikutip dari Anadolu Agency.

Sementara itu seperti dilansir TIME, Direktur Program Studi Genosida di Stockton University, Raz Segal juga menyatakan bahwa kondisi yang terjadi saat ini di Gaza jelas-jelas genosida.

"Segal menilai bahwa pasukan militer Israel sedang menjalankan tiga tindakan genosida, yaitu membunuh, menyebabkan cedera serius, dan tindakan penghancuran kelompok," tulis TIME.

"Hal ini tercermin pada kehancuran infrastruktur yang parah dan pengepungan total terhadap kebutuhan dasar masyarakat, seperti air, makanan, bahan bakar, serta peralatan medis," demikian laporan TIME.

Agresi Israel di Gaza sampai saat ini menewaskan lebih dari 14.000 jiwa warga Palestina, di antaranya 5.600 perempuan dan 3.550 anak-anak hingga Rabu (22/11).

Sampai hari ke 59, Senin (4/12/2023), menurut juru bicara kementerian kesehatan yang dikuasai Hamas di Gaza, Israel telah membunuh lebih dari 15.200 warga Palestina setelah serangan militan Hamas ke Israel 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1200 orang.

Serangan secara brutal Israel terhadap warga Palestina sejak 7 Oktober itu dinilai menunjukkan genosida di Gaza. (*)