TIMES BALI, JAKARTA – Pemilihan umum atau Pemilu ternyata membawa dampak yang kurang baik bagi kesehatan jiwa. Hal ini tidak hanya berlaku pada peserta pemilu baik pasangan calon presiden dan wakil presiden serta calon legislatif tetapi pada masyarakat luas.
Sebagai bentuk kepedulian atas kesehatan jiwa masyarakat Indonesia, Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa melakukan penelitian kesehatan jiwa dan pemilu 2024 yang ternyata memiliki hubungan erat.
“Terdapat hubungan yang sangat erat dan bermakna antara proses Pemilu 2024 dengan kesehatan jiwa dalam hal ini kecemasan dan depresi masyarakat Indonesia,” ungkap salah satu inisiator dan juga peneliti utama Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi dalam konferensi persnya, Rabu (28/2/2024).
Pria yang akrab disapa dr. Ray menjelaskan bahwa penelitian yang diambil dari 1.077 responden yang berasal dari 29 Provinsi dan luar negeri ini didominasi oleh perempuan sebanyak 77 persen dan yang berusia dibawah 40 tahun sebanyak 71 persen serta 83 persen responden sudah menikah.
Dari hasil penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa 32,5 persen responden berasal dari Jabodetabek dan 67,5 persen Luar Jabodetabek. Adapun 4 Provinsi dengan responden terbanyak yaitu Jawa Barat 18,2 persen, Jakarta 14,4 persen, Jawa Tengah 12,8 persen dan Jawa Timur 9,8 persen.
dr. Ray menyatakan, dari hasil penelitiannya tersebut, sebanyak 76 persen responden memiliki persepsi nyaman dan sangat nyaman mengikuti seluruh rangkaian proses pemilu. “Ini baru proses pemilu dari kampanye hingga sebelum pencoblosan,” ucap dr. Ray.
dr. Ray mengatakan, meski 76 persen responden menyatakan nyaman tetapi terdapat didalamnya 12 persen mengalami konflik diri, 11 persen mengalami konflik luar dan 2 persen mengalami paksaan. “Persepsi konflik diri yang dianggap mengganggu adalah membuat keputusan (memilih) dan konflik Eksternal utama adalah perbedaan pilihan politik,” katanya.
“Kemudian dari semua hal tersebut diatas, munculah prevalensi kecemasan dan depresi yang masing-masing angkanya 16 persen untuk kecemasan dan 17.1 persen untuk depresi. Angka kecemasan dan depresi pasca pemilu ini lebih tinggi dibandingkan data Riskesdas 2018 dan Direktorat Kesehatan Jiwa (Keswa) Kemenkes 2022,” sambungnya.
Dengan penelitian yang memiliki tingkat kepercayaan mencapai 95 persen dan margin errornya 2.9 persen, dr. Ray menjelaskan bahwa pemilu 2024 meningkatkan risiko mengalami kecemasan antara 1,6 hingga 2,7 kali serta 3 kali lebih besar berisiko mengalami depresi sedang-berat.
“Penelitian ini juga membuktikan adanya hubungan yang erat dan signifikan antara Pemilu 2024 dengan tingkat kecemasan dan depresi pada orang Indonesia (berdasarkan analisis uji regresi logistik). Proses Pemilu 2024 menciptakan konflik diri, konflik dengan pihak lain hingga tekanan dalam memilih atau membuat pilihan politik, mengakibatkan seseorang memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami kecemasan dan hingga 3 kali lebih besar untuk mengalami kecemasan sedang hingga berat,” jelasnya.
Terakhir, dr. Ray menegaskan bahwa penelitian yang dilakukan tersebut adalah murni untuk penelitian dan tidak ada muatan politik dalam penelitian tersebut. “Bahkan studi ini juga menemukan sebanyak 40 persen orang Indonesia mengalami depresi sedang-berat akibat adanya tekanan dalam memilih calon tertentu, dengan tingkat risiko hingga 3,3 kali lipat,” tegasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Angka Kecemasan dan Depresi Pasca Pemilu 2024 Meningkat
Pewarta | : Ahmad Nuril Fahmi |
Editor | : Imadudin Muhammad |